Mengenang Masa Lalu PK


posted by ,

No comments



Laporan: A. Rapiudin

Kata orang bijak, kita hidup sejatinya harus mengikuti realitas zaman. Tak boleh stagnan,apalagi mundur ke belakang. Karena dunia ini terus bergerak maju dan tak pernah berjalan ke belakang.

Penggambaran itu rasanya pas buat Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai yang kelahirannya dibidani para aktivis dakwah kampus ini melangkah ke depan mengikuti realitas zaman. Itulah makanya, Munas II PKS menetapkan partai ini sebagai partai terbuka, insklusif, dan moderat. Tidak lagi eksklusif seperti pada era sebelumnya.

Ketika dilahirkan pada 20 Juli 1998, banyak orang memandang PKS berbeda dengan partai-partai lainnya, termasuk dengan partai Islam sekalipun. PKS adalah partai yang menjadikan dakwah sebagai basis gerakan.

Di masa lalu, ciri khas PKS itu begitu kental.Kader militan, ikhlas bekerja, patuh kepada pimpinan, berusaha menerapkan nilai-nilai Islam adalah bagian dari gambaran orang terhadap PKS. Banyak orang lantas memposisikan PKS berbeda dengan partai Islam lainnya.

Wajah berbeda itulah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi PKS. Sehingga banyak orang, terutama kalangan muda bergabung dan aktif di PKS melalui wadah-wadah pembinaan.

Ditopang oleh kader-kader militan -meski dengan jumlah kecil, PKS nyatanya mampu unjuk gigi di hadapan hegemoni partai-partai besar yang lebih dulu menguasai panggung politik Tanah Air. PKS yang tak punya tokoh sentral itu juga mampu mensejajarkan diri dengan parpol yang memiliki figur-figur popular.

Kerja keras kader dengan ghirah keislaman yang tinggi itu mampu mengirimkan 7 wakilnya ke Senayan pada Pemilu 1999. Saat itu, PKS meraih 1,4 persen suara. Perolehan suara PKS makin membesar pada Pemilu 2004 dengan raihan 7, 34 persen suara (45 kursi di DPR). Pemilu 2009 suara PKS juga menanjak meski kenaikkannya kecil, yakni 7,88 persen (57 kursi di DPR).

Kader-kader PKS dikenal sebagai sosok yang menerapkan Islam secara kaffah (utuh) dari semua sisi kehidupan. Mereka ingin mewarnai hidup ini dengan nilai-nilai Islam. Tak hanya pada aspek ibadah, tetapi juga sosial, budaya, ekonomi,politik,dan lainnya. Mereka juga dikenal sebagai kader-kader yang ikhlas tanpa pamrih dalam menjalankan tugas.

Partai politik adalah sarana untuk itu. Mereka berupaya ingin melakukan perubahan dan menjadikan Islam sebagai ruh. Partai tak sekadar mengejar kemenangan dengan langkah-langkah pragmatis, tetapi lebih dari itu bagaimana nilai-nilai Islam bisa mewarnai sisi kehidupan.

Tetapi, wajah PKS kini berubah. Sisi pembinaan kader memang masih berjalan, tetapi PKS sekarang lebih berpikir pragmatis dalam upaya merebut kemenangan. Warna eksklusif tak lagi melingkupi PKS, yang kini berubah menjadi partai terbuka dan moderat. Siapa saja bisa masuk ke PKS, termasuk kalangan nonmuslim.

Sikap membuka diri PKS ini sejalan dengan target menembus tiga besar pada Pemilu 2014. PKS butuh suara sebanyak-banyaknya untuk mewujudkan target itu. Sikap ini juga mencerminkan keterbukaan PKS terhadap keberagaman.

Namun, mengubah citra partai menjadi terbuka dan moderat tentu bukan pekerjaan ringan. Apalagi, meyakinkan basis massa tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung PKS.

Sulit memastikan apakah mereka menerima keterbukaan ini atau justru memilih keluar dari PKS. Dikhawatirkan mereka lari meninggalkan partai karena garis yang dibangun PKS sudah tidak seperti dulu lagi. PKS kini seperti tak ada bedanya dengan partai lain yang mengejar kemenangan semata.

Apakah karakter kader-kader PKS di masa-masa awal dulu masih akan terlihat ketika PKS memutuskan menjadi terbuka dan moderat atau justru makin hilang. Ini tentu menjadi pekerjaan elit-elit PKS bagaimana merawat kader-kader dari generasi awal agar tidak meninggalkan partai. [rap]